- Back to Home »
- Teknik Kimia »
- Konsep Ketuhanan Dalam Islam
Posted by : Anonim
Minggu, 03 Maret 2013
Pemahaman yang mendalam tentang Konsep Ketuhanan dalam Islam perlu bagi manusia agar menambah keyakinan dalam meningkatkan ketakwaan. Alam semesta beserta seluruh isinya dapat dijadikan sebagai bahan renungan dan pembelajaran tentang penciptaannya sekaligus sebagai bukti kekuasaan Tuhan. Manusia diwajibkan menjadikan Allah sebagai pengawasan melekat terhadap dirinya dalam kehidupan agar tidak berbuat dosa dan kejahatan di bumi.
Dalam pokok bahasan ini akan dibahas tentang:
1) Filsafat Ketuhanan dalam islam
2) Hakikat Allah dalam Kemahaesaan-Nya
3) Pembuktian Keberadaan Allah dengan memperhatikan alam semesta
Pembahasan
A. Filsafat Ketuhanan dalam Islam
Filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar, meskipun kebenarannya relatif. Agama juga mengandung kebenaran, tetapi kebenarannya mutlak. Dalam kajian perpustakaan dikenal filsafat ketuhanan, yaitu mengkaji kekuasaan Tuhan sampai ke akar-akarnya atau dengan kata lain mengkritisi kekuasaan Tuhan secara mendalam dan tuntas. Oleh karena itu, Tuhan Yang Maha Esa oleh umat islam diyakini sebagai Tuhan Pencipta alam semesta dan memiliki sifat-sifat dan nama-nama yang baikatau dikenal dengan sebutan "Asmaaullah al-husnaa" dijelaskan oleh Muhammad Daud Ali (1998) dalam bukunya "Pendidikan Agama Islam" mengatakan bahwa di dalam Ilmu Tauhid, dijelaskan dua puluh sifat Tuhan, yang disebut dengan sifat dua puluh. Sifat-sifat Allah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1) Ada,
2) Awal, tidak ada permulaan-Nya,
3) Kekal abadi tidak berkesudahan,
4) Berbeda dengan makhluk-Nya,
5) Berdiri sendiri,
6) Maha Esa,
7) Berkuasa, Maha Kuasa,
8) Berkehendak,
9) Maha Mengetahui,
10) Hidup,
11) Maha Mendengar,
12) Maha Melihat,
13) Maha Berkata-kata,
14) Dalam keadaan berkuasa,
15) Dalam keadaan berkemauan,
16) Dalam keadaan berpengetahuan,
17) Dalam keadaan hidup,
18) Dalam keadaan mendengar,
19) Dalam keadaan melihat
20) Dalam keadaan berkata-kata.
Sebagai mahasiswa, yang perlu diketahui adalah bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa itu bersifat:
1) Hidup. Ini berarti Allah, Tuhan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Maha Hidup. Hidupnya itu Maha Esa tanpa memerlukan makan dan minum, istirahat dan sebagainya. Konsekuensi keyakinan seprti itu adalah segala sesuatu yang sifat hidupnya memerlukan makanan, minum, tidur dan sebagainya bagi seorang muslim bukanlah Allah dan sebagainya, bagi seorang muslim bukanlah Allah dan tidak boleh dipandang sebagai Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
2) Berkuasa. allah adalah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kekuasaan-Nya Maha Esa, tidak ada sama-Nya, tidak ada tolak ukur terhapa-Nya. Ia maha Kuasa tanpa tanpa memerlukan pihak lain maupun juga dalam kekuasaan-Nya. Ia Maha Kuasa dengan sendiri-Nya. Konsekuensi seperti itu adalah seorang muslim harus teguh dalam keyakinannya pada kekuasaan Allah. Dan sebagai akibatnya, seorang muslim tidak boleh takut pada kekuasaan lain yang ada di alam ini, baik kekuasaan berupa kekuatan-kekuatan alamiah maupun kekuasaan-kekuasaan insaniah.
3) Berkehendak. Allah mempunyai kehendak. Kehendak-Nya Maha Esa dan berlaku untuk seluruh alam semesta, termasuk manusia di dalamnya. Konsekuensi keyakinan yang demikian adalah bahwa kehendak Allah Yang Maha Esa wajib diikuti oleh setiap muslim. Kehendak Allah yang masih asli tercantum dalam Al-Qur'an yang menjadi kitab suci umat Islam. Selain itu, kehendak Allah dapat pula dijumpai pada ayat-ayat kauniyah di alam semesta berupa sunnatullah yaitu hukum-hukum Allah yang oleh para sarjana disebut Nature of laws.
B. Hakikat Allah dalam Keesaan-Nya
Islam mengajarkan bahwa Allah adalah Zat Yang Maha Mutlak disamping sebagai Tuhan Yang Maha Esa, dan Pemeliharaan alam semesta. Segala sesuatu mengenai Tuhan disebut ketuhanan.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an sura Ali Imran ayat 2:
اللّهُلا إِلَهَإِلاَّ هُوَالْحَيُّالْقَيُّومُ
"Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi senantiasa berdiri sendiri. (QS. 3:2) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Usman Raliby (1980) mengatakan bahwa konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa disebut Tauhid. Ilmunya adalah ilmu Tauhid. Ilmu Tauhid adalah ilmu tentang Kemahaesaan Tuhan. Dalam ilmu Tauhid dikenal istilah Tauhid uluhiyyah dan Tauhid rububiyyah. Tauhid uluhiyyah adalah hanya Allah yang menerima semua ibadah manusia. Ketika manusia menyembah selain Allah maka disebut musyrik. Misalnya menyembah roh, pohon, batu, gunung, kuburan, membawa sesajen ke sungai atau istilah lain percaya kepada dianamisme dan animisme. Mereka meyakini bahwa hal tersebut mempunyai kekuatan yang dapat menyelamatkan dan melindungi. Disebut dalam Al-Qur'an surat Annisa' ayat 36 Allah berfirman:
وَاعْبُدُواْاللّهَوَلاَتُشْرِكُواْبِهِشَيْئًاوَبِالْوَالِدَيْنِإِحْسَانًاوَبِذِيالْقُرْبَىوَالْيَتَامَىوَالْمَسَاكِينِوَالْجَارِذِيالْقُرْبَىوَالْجَارِالْجُنُبِوَالصَّاحِبِبِالجَنبِوَابْنِالسَّبِيلِوَمَامَلَكَتْأَيْمَانُكُمْإِنَّاللّهَ
لاَيُحِبُّ مَنكَانَمُخْتَالاًفَخُورًا
" Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri," (QS. 4:36) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Tauhid rububiyyah adalah meyakini bahwa yang memelihara alam beserta isinya hanyalah Allah. Perhatikan firman Allah dalam Al-Qur'an Surah Alfatihah ayat 2:
الْحَمْدُللّهِ رَبِّالْعَالَمِينَ
" Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam," (QS. 1:2) ::Terjemahan:: ::Tafsir:: ::Asbabun Nuzul::
Maka "Rabbul 'alamin" mengandung makna bahwa Allah adalah Tuhan Pemelihara alam semesta, Tuhan yang mengatur manusia, tumbuh-tumbuhan serta makhluk lainnya sesuai dengan kadarnya. Muhammad Daud Ali (1998) mengutip pendapat Osman Raliby yang mengemukakan tentang Kemahaesaan Tuhan sebagai berikut:
1) Allah Maha Esa dalam Zat-Nya
2) Allah Maha Esa dalam Sifat-sifat-Nya
3) Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Nya
4) Allah Maha Esa dalam wujud-Nya
5) Allah Maha Esa dalam menerima ibadah
6) Allah Maha Esa dalam menerima hajat dan hasrat manusia
7) Allah Maha Esa dalam memberi hukum.
1) Allah Maha Esa dalam Zat-nya
Ini dapat diartikan bahwa Allah tidak sama dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun yang kita kenal, yang menurut ilmu kimia terjadi dari susunan atom, molekul, unsur berbentuk yang takluk kepada ruang dan waktu yang dapat ditangkap oleh paca indra manusia. Allah berfirman dalam surah Asyura ayat 11 :
فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الأنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
" (Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri berpasang-pasangan dan dari jenis binatang ternak berpasang-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu.Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat."
Keyakinan kepada Zat Allah Yang Maha Esa seperti itu mempunyai konsekuensi. Konsekuensinya adalah bagi umat islam yang mepunyai aqidah demikian, segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indera mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan waktu, hidup memerlukan makanan dan minuman seperti manusia biasa, mengalami sakit dan mati, lenyap dan musnah, bagi seorang muslim bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
2) Allah Maha Esa dalam Sifat-Sifat-Nya
Kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamai-Nya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Alquran dapat diketahui sembilan puluh sembilan nama Tuhan yang biasanya disebut dengan al-Asmaaullah al-Husnaa (sembilan puluh sembilan nama Allah yang indah) (Muhammad Daud Ali, 1998:23; A.Toto Suryana, 1996: 71; dan Muslim Nurdin dkk.,1993:86-91).
3) Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-Nya
Pernyataan ini mengandung arti bahwa kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa, hanya Dia-lah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini. Perbuatan-Nya tidak ada manusia yang bisa menirunya. Misalnya bagaimana Ia menciptakan diri kita dalam bentuk tubuh yang sangat baik, yang dilengkapi dengan panca indera, akal, perasaan, kemauan, bahasa, pengalaman dan sebagainya. Perhatikan pula susunan kimiawi materi-materi yang ada di alam ini. Misalnya H2O, susunan kimiawinya yaitu zat cair, CO2, zat asam dan sebagainya. Konsekuensi keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam berbuat (perbuatan-Nya) adalah seorang muslim tidak boleh mengagumi perbuatan-perbuatan manusia lain dan karyanya sendiri secara berlebihan. Manusia, baik perseorangan maupun sebagai kolektivitas, betapapun genial (hebat), tidak boleh dijadikan objek pemujaan apalagi kalau disembah pula.
4) Allah Maha Esa dalam Wujud-Nya
Allah Maha Esa dalam wujud-Nya. Ini berarti bahwa wujud Allah berbeda dengan wujud alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dan diserupakan dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu, Anthromorfisme (paham pengenaan ciri-ciri manusia pada alam seperti binatang atau benda mati apalagi pada Tuhan) tidak ada dalam ajaran Islam. Menurut keyakinan Islam, allah Maha Esa. Demikian Esa-Nya sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan dengan alam atau bagian-bagian alam yang merupakan ciptaan-Nya ini. Maka dari itu Ia disebut Wajibul Wujud. Selain Dia semuanya mukminul wujud. Artinya boleh (mungkin) ada, boleh (mungkin) tidak ada seperti eksistensi manuasia dan seluruh alam semesta ini yang pada waktunya pasti akan mati atau hancur binasa. Setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus selalu sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara di dunia ini, tempat ia diuji mengenai kepatuhan dan ketidakpatuhannya pada perintah-perintah dan larangan-Nya. Pada suatu ketika kelak seluruh alam akan hancur bianasa dan akan muncullah suatu hidup sesudah mati yang sifatnya lain sama sekali dari apa yang kita lihat dan rasakan di dunia ini. Pada waktu itu nanti di hadapan Allah, masing-masing manusia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya selama hidup di bumi ini. Celakalah manusia yang bergelimangan dosa dan berbahagialah manusia yang beriman, yang yakin kepada Allah dan taqwa mematuhi perintah dan manjauhi larangan-Nya.
5) Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah
Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah berarti hanya Allah sajalah yang berhak disembah dan menerima ibadah. Hanya Dia-lah satu-satunya yang patut dna harus disembah dan hanya kepadan-Nya pula kita meminta pertolongan. Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala perbuatan manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan lain, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Konsekuensi keyakinan ini adalah hanya Dia-lah Allah yang wajib kita sembah, hanya kepada-Nya pula seluruh shalat dan ibadah yang kita lakukan, kita niatkan dan kita persembahkan.
6) Allah Maha Esa dalam Menerima Hajat Manusia
Bial manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan, atau keinginannya kepada Allah langsunglah sampaikan kepada-Nya, tanpa perantara atau media apapun namanya. Tidak ada sistem rabbaniyah atau kependetaan dalam islam. Semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul, mempunyai kedudukan yang sama dalam berhubungan langsung dengan Allah. Yang artinya adalah setiap muslim tidak memerlukan orang lain di dunia ini dalam menyampaikan hajat dan hasratnya kepada Allah.
7) Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum
Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum berarti Allah satu-satunya pemberi hukum yang tinggi. Ia memberi hukum kepada alam, seperti hukum-hukum alam yang selama ini kita kenal dengan sebutan hukum Archimedes, Boyle, Lavoisier, hukum relativitas, thermodynamic dan sebagainya (Ali, 1998). Ia pula memberi hukum kepada umat manusia bagaimana mereka harus hidup di bumi-Nya ini sesuai dengan ajaran dan kehendak-Nya yang dengan sendirinya sesuai pula dengan hukum alam dan watak manusia, yang semuanya itu adalah ciptaan Allah. Bahwa seorang muslim wajib percaya pada adanya hukum-hukum alam (sunnatullah) baik alam fisik maupun alam psikis dan spiritual yang terdapat dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Sebagai manusia kita wajib taat dan patuh serta meyakini kebenaran hukum syariat Allah yang dismpaikan oleh Nabi Muhammad kepada manusia dan menjadikannya sebagai jalan hidup kita. Jalan hidup yang dikehendaki Allah, menurut aqidah adalah jalan hidup islam.
Jalan hidup islam itu disebut juga dengan istilah syariat islam. Dan kerena syariat Islam pula adalah hukum Allah. Jadi, bagi umat Islam yang sevara teorotis dan praktis dengan bebas telah memilih Islam sebagai agamanya, tidaklah ada jalan lain yang lebih baik yang harus ditempuhnya selain berusaha sekuat tenaga mengikuti jalan hidup Islam itu sebaik-sebaiknya (Osman Raliby, 1998).
C. Pembuktian keberadaan Allah
Bukti keberadaan Allah menurut Hamka (1983) dapat dilihat pada tiga pembuktian:
1) Dalil kejadian
2) Dalil peraturan dan pemeliharaan
3) Dalil gerak
1. Dalil kejadian
Manuasi telah ada di dunia, namun manusia mengakui bahwasanya dia ada bukan atas kehendaknya. Buakn dia yang menjadikan dirinya sendiri. Buka
Kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya ini mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah penuh kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamai-Nya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Alquran dapat diketahui sembilan puluh sembilan nama Tuhan yang biasanya disebut dengan al-Asmaaullah al-Husnaa (sembilan puluh sembilan nama Allah yang indah) (Muhammad Daud Ali, 1998:23; A.Toto Suryana, 1996: 71; dan Muslim Nurdin dkk.,1993:86-91).
3) Allah Maha Esa dalam Perbuatan-Perbuatan-Nya
Pernyataan ini mengandung arti bahwa kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa, hanya Dia-lah yang dapat berbuat menciptakan alam semesta ini. Perbuatan-Nya tidak ada manusia yang bisa menirunya. Misalnya bagaimana Ia menciptakan diri kita dalam bentuk tubuh yang sangat baik, yang dilengkapi dengan panca indera, akal, perasaan, kemauan, bahasa, pengalaman dan sebagainya. Perhatikan pula susunan kimiawi materi-materi yang ada di alam ini. Misalnya H2O, susunan kimiawinya yaitu zat cair, CO2, zat asam dan sebagainya. Konsekuensi keyakinan bahwa Allah Maha Esa dalam berbuat (perbuatan-Nya) adalah seorang muslim tidak boleh mengagumi perbuatan-perbuatan manusia lain dan karyanya sendiri secara berlebihan. Manusia, baik perseorangan maupun sebagai kolektivitas, betapapun genial (hebat), tidak boleh dijadikan objek pemujaan apalagi kalau disembah pula.
4) Allah Maha Esa dalam Wujud-Nya
Allah Maha Esa dalam wujud-Nya. Ini berarti bahwa wujud Allah berbeda dengan wujud alam semesta. Ia tidak dapat disamakan dan diserupakan dalam bentuk apapun juga. Oleh karena itu, Anthromorfisme (paham pengenaan ciri-ciri manusia pada alam seperti binatang atau benda mati apalagi pada Tuhan) tidak ada dalam ajaran Islam. Menurut keyakinan Islam, allah Maha Esa. Demikian Esa-Nya sehingga wujud-Nya tidak dapat disamakan dengan alam atau bagian-bagian alam yang merupakan ciptaan-Nya ini. Maka dari itu Ia disebut Wajibul Wujud. Selain Dia semuanya mukminul wujud. Artinya boleh (mungkin) ada, boleh (mungkin) tidak ada seperti eksistensi manuasia dan seluruh alam semesta ini yang pada waktunya pasti akan mati atau hancur binasa. Setiap manusia muslim sebagai bagian alam, harus selalu sadar bahwa hidupnya hanyalah sementara di dunia ini, tempat ia diuji mengenai kepatuhan dan ketidakpatuhannya pada perintah-perintah dan larangan-Nya. Pada suatu ketika kelak seluruh alam akan hancur bianasa dan akan muncullah suatu hidup sesudah mati yang sifatnya lain sama sekali dari apa yang kita lihat dan rasakan di dunia ini. Pada waktu itu nanti di hadapan Allah, masing-masing manusia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya selama hidup di bumi ini. Celakalah manusia yang bergelimangan dosa dan berbahagialah manusia yang beriman, yang yakin kepada Allah dan taqwa mematuhi perintah dan manjauhi larangan-Nya.
5) Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah
Allah Maha Esa dalam Menerima Ibadah berarti hanya Allah sajalah yang berhak disembah dan menerima ibadah. Hanya Dia-lah satu-satunya yang patut dna harus disembah dan hanya kepadan-Nya pula kita meminta pertolongan. Yang dimaksud dengan ibadah adalah segala perbuatan manusia yang disukai Allah, baik dalam kata-kata maupun dalam bentuk perbuatan-perbuatan lain, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan. Konsekuensi keyakinan ini adalah hanya Dia-lah Allah yang wajib kita sembah, hanya kepada-Nya pula seluruh shalat dan ibadah yang kita lakukan, kita niatkan dan kita persembahkan.
6) Allah Maha Esa dalam Menerima Hajat Manusia
Bial manusia hendak menyampaikan maksud, permohonan, atau keinginannya kepada Allah langsunglah sampaikan kepada-Nya, tanpa perantara atau media apapun namanya. Tidak ada sistem rabbaniyah atau kependetaan dalam islam. Semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul, mempunyai kedudukan yang sama dalam berhubungan langsung dengan Allah. Yang artinya adalah setiap muslim tidak memerlukan orang lain di dunia ini dalam menyampaikan hajat dan hasratnya kepada Allah.
7) Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum
Allah Maha Esa dalam Memberi Hukum berarti Allah satu-satunya pemberi hukum yang tinggi. Ia memberi hukum kepada alam, seperti hukum-hukum alam yang selama ini kita kenal dengan sebutan hukum Archimedes, Boyle, Lavoisier, hukum relativitas, thermodynamic dan sebagainya (Ali, 1998). Ia pula memberi hukum kepada umat manusia bagaimana mereka harus hidup di bumi-Nya ini sesuai dengan ajaran dan kehendak-Nya yang dengan sendirinya sesuai pula dengan hukum alam dan watak manusia, yang semuanya itu adalah ciptaan Allah. Bahwa seorang muslim wajib percaya pada adanya hukum-hukum alam (sunnatullah) baik alam fisik maupun alam psikis dan spiritual yang terdapat dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial. Sebagai manusia kita wajib taat dan patuh serta meyakini kebenaran hukum syariat Allah yang dismpaikan oleh Nabi Muhammad kepada manusia dan menjadikannya sebagai jalan hidup kita. Jalan hidup yang dikehendaki Allah, menurut aqidah adalah jalan hidup islam.
Jalan hidup islam itu disebut juga dengan istilah syariat islam. Dan kerena syariat Islam pula adalah hukum Allah. Jadi, bagi umat Islam yang sevara teorotis dan praktis dengan bebas telah memilih Islam sebagai agamanya, tidaklah ada jalan lain yang lebih baik yang harus ditempuhnya selain berusaha sekuat tenaga mengikuti jalan hidup Islam itu sebaik-sebaiknya (Osman Raliby, 1998).
C. Pembuktian keberadaan Allah
Bukti keberadaan Allah menurut Hamka (1983) dapat dilihat pada tiga pembuktian:
1) Dalil kejadian
2) Dalil peraturan dan pemeliharaan
3) Dalil gerak
1. Dalil kejadian
Manuasi telah ada di dunia, namun manusia mengakui bahwasanya dia ada bukan atas kehendaknya. Buakn dia yang menjadikan dirinya sendiri. Buka
{ 5 Yang Merespon?... read them below or Comment }
- silakan mengomentari sesuai materi
- sifat komentator bisa dilihat dari tulisannya ^_-)
YOROSHIKU ONEGAISHIMASU
makasi, tulisannya bermanfaat bagiku :)
BalasHapusalhamdulillah, sama - sama ^^
Hapuskami satu kelompok, ini sangat membantu terimakasih :))
BalasHapuso hehehe, oke oke ;)
HapusAlhamdulillah :) Terima kasih. Sangat bermanfaat!! Allah with you InsyaAllah n may Allah bless you.
BalasHapus